Kepala Bakamla Bantah Minta "Fee" Terkait Proyek Pengadaan Monitoring Satelit
Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) Laksamana Madya Arie Soedewo bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (26/4/2017).
JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Keamaman Laut ( Bakamla) Laksamana Madya Arie Soedewo memenuhi pemanggilan sebagai saksi dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (26/4/2017).
Saat bersaksi di persidangan, Arie membantah meminta fee terkait proyek pengadaan monitoring satelit.
"Tidak pernah," kata Arie saat ditanya jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) soal permintaan fee.
Arie mengatakan, ia baru mengetahui adanya fee yang diterima anak buahnya setelah terjadi operasi tangkap tangan terhadap pejabat Bakamla Eko Susilo Hadi.
Menurut Arie, Eko memang ditunjuk sebagai kuasa pengguna anggaran di Bakamla.
Selain Eko, pejabat lain yang diketahuinya pernah menerima uang dalam proyek pengadaan monitoring satelit adalah Direktur Data dan Informasi Badan Keamanan Laut RI, Laksamana Pertama Bambang Udoyo.
Bambang ditunjuk sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK).
Selain itu, Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla, Nofel Hasan.
"Tapi saya dengar Nofel juga membantah menerima uang," kata Arie.
Menurut Arie, selama ia menjabat sebagai Kepala Bakamla, Eko, Bambang, maupun Nofel tidak pernah memberi tahu kepadanya soal fee terkait proyek pengadaan yang dialokasikan oleh perusahaan pemenang lelang.
Keterangan Arie tersebut berbeda dengan keterangan yang disampaikan Eko dan Bambang dalam persidangan sebelumnya.
Bambang Udoyo mengaku pernah menerima uang Rp 1 miliar. Menurut Bambang, penerimaan uang itu berdasarkan arahan dari Kepala Bakamla Laksamana Madya Arie Soedewo.
Selain itu, Bambang menyebut adanya intervensi Kepala Bakamla dalam proses pengadaan.
Sementara, Eko Susilo Hadi mengaku mendapat perintah dari Arie Soedewo untuk meminta fee dari perusahaan pemenang lelang, yakni PT Melati Technofo.
Fee tersebut sebesar 7,5 persen dari nilai proyek sebesar Rp 222 miliar.
Tidak ada komentar