Penyiksaan Penjara Assad: Zahira Diperkosa 5 Tentara selama 14 Hari
Abier Farhud, salah satu korban penyiksaan dan pelecehan di penjara
rezim Persiden Suriah Bashar al-Assad. Dia termasuk di antara tujuh
orang yang berhasil melarikan diri dan mengajukan tuntutan pidana di
Jerman terhadap pejabat dinas rahasia pemerintah Assad.
DISIKSA dan diperkosa berkali-kali hingga tidak mampu lagi berbuat apa-apa, demikian Zahira (bukan nama sebenarnya) memulai kisah kelamnya.
Kisah kehidupannya kelam dan mengerikan setelah dia tiba-tiba ditangkap di tahun 2013 oleh pasukan yang loyal terhadap Presiden Suriah Bashar al-Assad.
Seperti dikutip dari harian The Independent, Zahira menceritakan bagaimana dia langsung ditelanjangi kemudian diikat di tempat tidur.
Dia diperkosa beramai-ramai oleh 5 orang tentara. Seorang tentara merekam tindakan biadab itu dan mengancamnya akan menyebarkan video itu kepada para sahabat dan keluarganya.
Empat belas hari kemudian dia mengalami dirinya diperkosa tanpa henti, terus..., dan terus, serta dianiaya. Puncaknya dia juga dielektrokusi dan dipukul dengan selang pipa.
Ada juga satu kali dia diikat dan terus dipukuli tanpa henti di wajahnya. Sel sementara yang dihuninya sendiri sangatlah kecil dan menakutkan.
Ukurannya tidak lebih dari 1x1 meter tanpa adanya penerangan alami.
Zahira akhirnya dipindahkan ke penjara permanen di mana dia dikurung di sel yang berukuran 3x4 meter.
Yang mengerikan ada 48 wanita lain yang ditahan di sel itu. Saking padatnya, penghuni sel harus mengambil jatah waktu bergantian hanya untuk tidur.
Mereka juga hanya diizinkan menggunakan toilet untuk buang air setiap 12 jam sekali. Yang semakin memilukan adalah mereka hanya diperbolehkan untuk mandi setiap 40 hari sekali.
Zahira akhirnya lolos dari tempat mengerikan itu setelah dia berkali-kali kehilangan kesadaran. Diapun dikirim ke rumah sakit.
Diagnosis dokter menemukan dia menderita hepatitis, anemia dan radang paru-paru. Empat bulan lamanya durasi yang diperlukan Zahira untuk memulihkan dirinya.
Alat vital rusak
Dia juga harus menjalani operasi di bagian vitalnya yang rusak akibat pemerkosaan berkali-kali.
Penghuni penjara lain menceritakan bagaimana dia terus dihantui oleh teriakan sesama tahanan lain ketika mereka dipenjara.
Juga terus terbayang-bayang di otaknya mayat tahanan wanita lain yang tewas dan ditarik keluar ke koridor penjara begitu saja.
Tetesan darah yang tersebar di mana-mana di lantai sel meninggalkan memori yang pahit baginya.
Adapun penghuni lain mengungkapkan mimpi buruk bagaimana dia harus mendekam di penjara yang gelap gulita selama 6 hari dengan mayat-mayat tahanan lain yang telah tewas dan mulai membusuk.
Tiga wanita ini berani menceritakan pengalaman mengerikan mereka walau mereka tahu mereka telah dipermalukan.
Mereka bersama banyak tahanan wanita lain harus menderita malu seumur hidup di depan keluarga dan teman-teman karena stigma yang selalu melekat ke korban pemerkosaan. Tiga wanita ini tidak ingin diam begitu saja.
Mereka berharap pengakuan mereka akan membuka mata dunia internasional mengenai brutalnya rezim Assad.
Mereka berharap pelaku-pelaku kejahatan kemanusiaan itu dapat diseret ke pengadilan atas perbuatan yang tidak berprikemanusiaan itu. Namun tidaklah mudah untuk menyeret oknum-oknum tersebut.
Carla del Ponte, jaksa ternama dalam hal kejahatan perang, baru saja mengundurkan diri dari posisinya di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Dia meninggalkan posisinya karena dia percaya komisi yang dibentuk untuk menginvestigasi kejahatan perang di perang Suriah itu tidak punya kekuatan apapun.
“Saya menyerah. Anggota Dewan Keamanan PBB tidak peduli dengan keadilan” ucapnya.
Del Ponte mengatakan DK PBB seharusnya membentuk mahkamah perang seperti di kasus perang Rwanda dan Yugoslavia.
Upaya itu tidak pernah terwujud karena Rusia, sekutu dekat Assad selalu menveto rencana itu.
Puluhan ribu tewas di penjara
Tanpa mahkamah, semua bukti yang telah dikumpulkan oleh komisi itu sia-sia begitu saja lanjutnya.
Lebih dari 65.000 orang dilaporkan telah tewas di penjara rezim Assad sejak perang meletus enam tahun silam.
Ribuan lain diperlakukan dengan brutal di kamp detensi tempat perhentian sementara sebelum dijebloskan ke jeruji besi.
Namun harapan mendadak muncul ketika pengadilan di Spanyol setuju untuk menyidangkan kasus kematian seorang pengemudi truk yang tewas dianiaya oleh pejabat Suriah.
Adapun yang mengajukan tuntutan adalah saudara perempuan korban.
Menurut hukum internasional, saudara kandung dari korban kejahatan terhadap kemanusiaan juga dihitung sebagai korban.
Keputusan pengadilan Spanyol untuk menyidangkan tuntutan itu merupakan langkah maju yang dinilai bisa menyeret pejabat-pejabat tinggi Suriah.
Bahkan perintah penangkapan internasional bisa dikeluarkan oleh pengadilan yang berarti aset mereka dapat dibekukan. Mereka juga akan ditangkap jika bepergian keluar dari Suriah.
Mendengar berita baik ini, sejumlah korban yang lolos dari kebrutalan rejim Assad yang saat ini tinggal di Jerman diberitakan telah mengajukan tuntutan hukum.
Apakah akan sukses atau tidak? Waktu yang akan menjawabnya.
Sumber
Tidak ada komentar